Sabtu, 28 Januari 2012

Perkawinan Rahasia Cerpen: Evi Idawati


Suara Karya
Minggu 27 Januari 2008
Perkawinan Rahasia
Cerpen: Evi Idawati

"Jika sampai ada satu orang yang tahu, kita cerai!" suara Johansyah menggelegar membelah ruangan. Fee, terdiam. Memandang mata suaminya. Hujan baru saja berhenti. Ingin Fee berdiri dan beranjak dari tempat itu. Meninggalkan Johansyah sendiri. Dia tidak perduli apakah mereka harus bercerai detik itu atau tidak. Fee heran melihat lelaki yang tidak tahu diri itu. Siapa toh perempuan yang mau diperlakukan seperti dia. Perkawinanya dirahasiakan, hanya karena alasan klise. Cinta yang ngawur. Membabi buta. Sehingga Fee menegakan dirinya sendiri terlibat dalam rahasia yang rumit itu.

Johansyah sudah menikah dan keluarganya baik-baik saja. Entah dia yang pecundang, gombal dan buaya. Atau Fee sendiri yang kegatelan sehingga mau saja selingkuh dengan laki-laki yang sudah punya istri dan anak. Entah alasan apa sampai mereka memutuskan untuk menikah tetapi Johansyah membuat persyaratan tidak boleh diketahui siapa pun, kecuali orang-orang yang menjadi saksi pernikahan mereka. O o. dan Fee mau saja dan merasa nyaman dengan itu semua.

Fee, Fee. Laki-laki di dunia ini tidak hanya Johansyah. Cinta tidak harus membuatmu merendahkan diri. Apa yang diberikan Johansyah padamu selama ini sampai kamu mau menjadi istri rahasianya. Rumah? Mobil? Uang? Atau yang lainnya? Apa dia benar-benar mencintaimu? Nonsen! Cinta itu omongkosong. Hati selalu berubah. Sekarang dan besok bisa berbeda. Begitupun hati Johansyah padamu. Sekarang dia bisa bilang mencintaimu sepenuh hati, apa buktinya? Dia hanya ingin bermain dengan kata-kata kosongnya. Dia akan menggunakanmu dengan segala cara untuk kepentingannya. Setelah kamu tidak berguna lagi. Dia akan melemparkanmu. Kamu akan semakin terpuruk dan sakit.

Tidak ada yang melindungimu. karena pernikahanmu tidak jelas. Kamu tidak bisa menuntut dia. Dia dengan gampang akan mengingkari semuanya. Itukah cinta? Lihatlah, apa yang dia lakukan padamu selama ini. Apa yang dia berikan padamu? Atas nama cinta jugakah?Dia ingin kamu mengerti dia. Selalu begitu kan? Tapi dia tidak pernah mengerti kamu. Sudahlah tinggalkan dia. Perempuan seperti dirimu bisa mendapatkan laki-laki mana pun. Jika dia memang tidak tahu diri. Akan terlihat sendiri. Tapi lagi-lagi Fee gemetar saat semuanya hampir berakhir.

"Aku tidak bisa meninggalkan dia. Aku mencintainya" suara Fee begitu lembutnya. Seakan menyakinkan dirinya sendiri bahwa dia memang tidak berdaya.

Aneh! Johansyah bukan laki-laki yang istimewa. Dia pengecut dan suka sekali bersembunyi dalam kata-katanya. Tapi kenapa Fee begitu mencintainya. Sebagai perempuan Fee harus membaca buku tentang laki-laki. Dari Adam sampai Federick. Agar Fee tahu mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan makhluk bernama perempuan. bersyukurlah Fee terlahir sebagai perempuan. Makhluk yang kadang di sikapi tidak adil oleh dunia ini. Tetapi harus tetap tegar dengan seambrek tugas-tugas yang diberikan Tuhan padanya. Dengan sebuah hadiah yang menurut orang-orang sangat istimewa. Surga ditelapak kakinya.

Hati perempuan adalah savanna, samudera dan belantara. Jika dihadapkan pada pilihan hidup yang paling rumit, mereka akan menjelma menjadi angin, air dan udara. Sudah seharusnya Fee tahu itu. Jika dia masih bersikap manja. Tidak berani menerima kesakitan yang biasa bagi sebagian orang itu. Jangan mengaku sebagai perempuan. jadilah orang yang tidak jelas kelaminnya. Meninggalkan pecundang seperti Johansyah saja tidak bisa. Bahkan tidak berani hanya karena takut merasakan luka dan sakit hati.

"Aku tidak bisa meninggalkannya. Aku mencintainya!" sekali lagi suara Fee yang lirih keluar dari mulutnya. Dia berlagak seperti perempuan yang tidak berdaya.

Bersyukurlah Fee, jika Tuhan masih mengijinkanmu menerima rasa sakit. Kesakitan akan membukakan mata batin kita. Kesakitan adalah pupuk untuk membuat kita terus hidup dan menikmati warna dunia. Kenapa takut berada di tempat seperti itu. Yakinlah, jika Johansyah benar-benar mencintaimu seperti yang sering dikatakannya. Dia akan memberikan tempat terhormat padamu. Seperti dia menghormati dirinya sendiri Dia akan menjaga kehormatanmu. Melebihi kehormatan dirinya sendiri. Dia akan melimpahimu dengan cinta dan kebahagiaan. Dia tidak akan melukaimu. Karena kalau dia melukaimu sama saja dia melukai dirinya sendiri. Bahkan dia akan menyediakan dirinya menjadi dirimu. Memberikan yang terbaik buatmu, seperti kamu memberikan yang terbaik untuknya.

Tapi Fee membutakan matanya. Menulikan telinga dan menutup bibirnya. Bahkan setiap malam tak henti-hentinya dia berdoa untuk kebahagiaan Johansyah. Di jaman seperti ini, perempuan memegang kendali atas mimpi dan keinginan sendiri. Bukan untuk dipermainkan dan direndahkan. Tapi untuk menunjukkan pada dunia, kemampuan, kecerdasan dan kelebihan yang mereka punyai. Melihat Fee, seperti kembali ke seratus tahun silam. Mau-maunya dia berdoa, khusuk untuk kebahagiaan orang yang tidak pernah menghargainya. Atas nama cinta.

Menangislah Fee, menangislah karena kamu tidak bisa bersikap tegar, saat Johansyah memutuskan meninggalkanmu. Mengakhiri semua permainan yang diawali dari kata-kata kosong. Bukan karena kamu takut kehilangan dia. Jangan sekali-kali berani merendahkan diri dan hatimu untuk merengek pada laki-laki itu. Angkat dagumu! Lihatlah kedepan. Laki-laki bukan segala-galanya. Rubahlah tujuan hidupmu, bukan mengabdi pada makluk yang bernama laki-laki. Ada banyak tujuan baik yang perlu kamu camkan dan tancapkan pada bumi. Yang berurusan dengan dirimu dan orang lain. Boleh mencintai asal tidak berlebihan. Silahkan membenci asal jangan keterlaluan. Karena hati selalu berubah. Hati bukan tebing kokoh yang memagari laut dari ombak dan deburnya. Bukan pula batu cadas. Hati begitu lunaknya. Dia bisa disentuh dengan kata-kata yang mendayu tetapi juga bisa disulut hingga terbakar dan berkobar.

"Aku tidak perduli. Kita cerai!" suara Johansyah meninggi.

"Aku salah apa? kenapa?" Fee bertanya dengan suara lemah. Akhirnya hubungan suami istri dalam perkawinan yang dirahasiakan itu harus berakhir juga. Tidak lebih dari enam bulan.

"Aku baru saja menerima telpon dari teman-temanku. Ternyata mereka sudah tahu kalau kita menikah. Kamu pasti yang membocorkan semuanya. Dasar perempuan! kenapa sih tidak bisa menyimpan rahasia. Coba kamu bayangkan, kalau istriku sampai tahu. Apa yang terjadi padaku. Aku akan kehilangan segala-galanya."

"Aku tidak pernah berkata- kata pada teman-temanmu. Apalagi soal kita. Karena aku tahu. Jika mereka tahu soal perkawinanku. Maka selesailah kita. Aku menyadari hal itu. Karena aku sangat mencintaimu. Maka aku menjaga mulutku. Jangan menuduhku dengan berkata seperti itu!"

"Aku tidak percaya padamu! Dari dulupun aku tidak percaya padamu! Kamu selalu berbohong!"

"Aku berbohong soal apa? tentang apa? tolong katakana padaku, hal apa saja yang menurutmu aku berbohong?"

"Tidak perlu diceritakan tapi aku yakin kamu berbohong dan aku tidak percaya lagi padamu!"

"Baiklah, karena kamu sudah tidak percaya lagi padaku. Tidak ada gunanya kita teruskan perkawinan kita. Aku selama ini selalu mengalah padamu. Sebagai istri yang kamu rahasiakan, aku tahu diri dan berusaha belajar untuk tahu diri. Aku tidak pernah bisa bersamamu. Harus menunggu sebulan untuk bertemu. Tidak bisa mengganggumu saat kamu bersama keluargamu. Aku sudah menerima semuanya dan menjalaninya sebagaimana kehidupan normal perempuan-perempuan lain. Entah karena aku mencintaimu atau karena soal lain. Buatku tidak penting. Yang paling utama, meski kita berjauhan dan hanya waktu-waktu tertentu ketemu. Aku menempatkan komitmen kita ditempat yang paling tinggi. Selama aku menjadi istrimu, aku tidak pernah menuntut hal-hal yang tidak bisa kamu berikan. Aku bahkan selalu mensyukurinya. Tapi sekarang terserah padamu. Aku sudah capek. Aku seperti berhadapan dengan anak kecil yang tidak tahu diri. Kembalilah pada istrimu. Aku tidak tahu apa dia memerlukanmu atau tidak. Tapi aku yakin kamu memerlukan dia. Jadi berbaik-baiklah pada istrimu, kamu akan kehilangan asset berharga kalau dia sampai tahu soal kita. Jadilah anak yang baik dihadapannya!"

"Kata-katamu menyakitkan!"

"Apa kamu kira kata-katamu melenakan! Sekarang aku jadi tahu dirimu. Tapi biarlah, aku akan mencatatkannya dalam hatiku. Baik dan burukmu."

Begitulah seharusnya dirimu Fee. Bersikaplah tegas pada laki-laki itu. Kamu tahu kenapa dia begitu ketakutan setelah menikahimu. Kamu harus kasihan padanya. Tidak semua laki-laki ditakdirkan mempunyai sifat pemberani. Mereka juga kadang pengecut. Jika dihadapkan pada dua pilihan. Mereka akan memilih yang paling menguntungkan dia. Jangan berharap atas nama cinta dia akan memilihmu. Hidup baginya adalah angka-angka yang harus dijumlahkan. Jika ada sisa lebih besar, dia pasti akan memilihmu. Kalau tidak ada sisa, bahlan dia merasa kamu telah membuat dia bangkrut, meski kamu punya kelebihanpun tak akan dia menetapkan hati padamu. Jadi jangan menyesal telah meninggalkan dia.

"Tapi rasanya sakit. Aku tidak tahan. Rasanya mau mati saja. Aku kurang apa padanya. Aku memberikan seluruh hati dan diriku padanya. Bahkan jika harus mendada kesakitan pun bersamanya aku mau!"

Jangan mati untuk laki-laki seperti dia Fee. Untuk apa kamu mendada kesakitan bersamanya. Nikmatilah hidup sekarang. Jangan terpaku padanya. Kamu bisa mengerjakan hal-hal yang sudah lama ingin kamu lakukan. Mulailah tentukan tujuan hidupmu. Dia akan menyesal melepaskanmu. Tapi mungkin juga tidak. Dia akan mendapatkan ganti perempuan lain yang bisa dibohongi. Maka belajarlah dengan memberi tanda pada setiap peristiwa. Ambillah maknanya. Jangan menjadi bodoh dengan tidak perduli. Jangan pula mengulang kesalahan yang sama. Lihatlah langit yang benderang, purnama kelima telah datang. kata-kata yang disiapkan untuk menyambutnyapun seperti tanah yang merekah. Siap menerima hujan untuk menyuburkannya. Bisikkan pada pohon-pohon untuk menari bersamamu. Lompatlah ke langit jika bisa membuatmu terbang dan nyaman. Tapi jangan berdoa untuk dia. Karena laki-laki itu, pecundang!.

Entah kenapa, muka Fee masih menyulut kesedihan. Berkali-kali dia mengusap airmatanya. Dan mukena yang dikenakannya setiap malam hanya terlepas setelah fajar.

"Aku mencintainya. Aku akan mengguncangkan langit. Menggedornya setiap malam. Sampai doaku terkabulkan!"

Ah! Ah!

Fee!

Perempuan! ***

* Jogjakarta 2006


Tidak ada komentar:

Posting Komentar