Kamis, 26 Januari 2012

Indahnya Dunia bersama Gadis Cerpen: Hafara el Quds


Batam Pos
Minggu, 20 Januari 2008

Indahnya Dunia bersama Gadis
Cerpen: Hafara el Quds

Sore ini, di sebuah jalan dekat Internasional Garden yang terletak di kawasan Masakin Ustman terlihat lengang seperti biasanya. Mobil-mobil parkir dipinggir jalan menyerupai antrean yang tak menentu. Bangunan sekitar tampak menjulang menerobos langit biru. Tampak beberapa anak muda sedang bermain sepak bola di jalanan. Mereka asyik tanpa merasa terganggu dengan kendaraan yang lewat.

Angin musim semi juga semilir menggerakkan rambut siapa saja yang panjang terurai. Tak terkecuali.
Aku yang hanya mampu untuk mengingat seluruh bagian dari dirimu, sedih. Warna kesukaanmu, pizza spesial yang selalu kau buang setelah berhasil menghabiskan jamurnya, yang selalu lupa menaruh handphone (untungnya bisa di misscall), tapi kalau yang terlupa itu kacamata, kau uring-uringan. Apalagi kalau hobi menulismu minta bagian untuk diperhatikan, kau bisa seharian duduk mantengin laptop menghadap ke jendela. Dan aku selalu kau larang untuk mengerti dengan apa yang kau tulis. Semua memori tentangmu tersimpan apik di sudut sel otakku.

Honey, aku pergi sebentar dulu yah. Aku sayang kamu. Tulismu dalam secarik kertas yang kau tinggal di meja makan sesaat setelah aku terlelap.

Sekarang, kau telah pergi entah kemana. Dan aku akan kesulitan jika mencarimu, karena kuyakin kau tak punya rumah. Hidupmu yang sesuka hati akan membunuhmu. Sebenarnya, kurang apa aku ini. Setiap hari disaat kau masih terlelap, aku yang selalu membuatkan teh dan sarapan pagi untukmu. Segala perhatianku tercurah padamu. Aku serius menyayangimu. Perasaan ini mengalir apa adanya tanpa kubuat-buat. Karena memang beginilah adanya.

Kuakui, banyak waktu yang tersita untuk menyelesaikan studiku. Pagi-pagi sekali aku sudah harus ke kampus untuk menemui dosen yang jika siang sudah susah ditemui. Setelah jam makan malam aku baru bisa pulang, karena buku-buku wajib yang harus kucari dibeberapa perpustakaan, dan itu melelahkan. Tolong pahami aku. Jika kuliahku sudah tamat, aku akan selalu ada disisimu. Selalu sayang. Takkan ada yang sanggup memisahkan kita.

Lalu apa alasanmu meninggalkanku? Apa hanya karena aku pendatang. Toh kalau masalah wajah, kata orang, aku mirip tokoh Cleopatra di drama-drama stasion televisi lokal. Atau masakan buatanku tidak seperti seleramu? Padahal aku sudah perbanyak saos dan cuka, seperti spageti kesukaanmu. Atau bahasaku yang masih belepotan? Kalau boleh aku bilang, aku menghabiskan waktu dua tahun untuk ikut kursus di kawasan Tahrir dan mendapatkan nilai A. Semua itu aku lakukan agar kau mengerti bahwa aku pantas berada di sisimu.
Aku tak tahu dimana kamu sekarang. Terus terang sayang, hatiku pilu, sedih yang teramat sangat. Semoga kamu baik-baik saja. Aku hanya bisa tuk mengatakan pada bulan yang selalu bertelanjang kalau aku serius menyayangimu.

*****
Sore yang indah, di sebuah jalan dekat Internasional Garden yang terletak di kawasan Masakin Ustman terlihat lengang seperti biasanya. Mobil-mobil parkir dipinggir jalan menyerupai antrean yang tak menentu. Bangunan sekitar tampak menjulang menerobos langit biru. Tampak beberapa anak muda sedang bermain sepak bola dijalanan. Mereka asyik tanpa merasa terganggu dengan kendaraan yang lewat. Angin musim semi juga semilir menggerakkan rambut siapa saja yang panjang terurai. Tak terkecuali.
Aku menyewa sebuah flat mungil berkamar satu dan yang penting cukup nyaman didekat Internasional Garden agar dekat denganmu. Dan agar aku mudah untuk mengulang masa-masa kebersamaan kita. Kepergianku bukanlah alasan untuk meninggalkanmu. Tapi sebuah usaha pendewasaan. Bukan belajar dewasa akan tetapi memasuki masa dewasa itu sendiri.

Jam menunjukkan pukul lima sore yang berarti sebentar lagi matahari akan terbenam. Kata banyak orang, suasana alam yang terindah dalam sehari terletak pada senja. Kalau menurutku itu hanya berlaku pada orang yang sedang kasmaran saja, tidak setiap orang merasakannya. Aku yakin itu.
Bel rumahku berbunyi, pertanda ada seseorang yang memencetnya. Aku yakin itu pengantar pizza yang satu jam lalu aku pesan. Pizza spesial mushroom dengan jamur lebih banyak. Sungguh nikmat mengalahkan kerlingan gadis manapun. Setelah membayar dan memberikan sedikit tip, pintu kututup kembali. Duduk menghadap jendela sambil sesekali menengok kearah luar, lalu kubuka perlahan kotak yang bertuliskan Pizza King berwarna hijau. Pemandangan yang akan membuat penikmatnya meneteskan air liur. Pizza berukuran medium dengan jamur yang bertaburan tanpa malu. Inilah yang akan menjadi teman menulisku.

Sebagai penulis non fiksi, aku harus pintar memainkan peran. Aku pernah rela tidur di kolong jembatan sungai Nil hanya untuk merasakan bagaimana rasanya hidup menjadi seorang gembel yang selalu dikejar-kejar aparat. Dulu, aku pernah mencoba selama seminggu menjadi seorang bawwab. Ya, bawwab apartemen. Yang kerjanya menjaga dan membersihkan apartemen. Dan tempatku bekerja adalah apartemen bertingkat 10. Terkadang aku harus membawakan barang belanjaan ibu-ibu yang beratnya sekitar satu kwintal. Hampir patah tulangku. Tapi hasilnya sungguh memuaskan, buku yang kuberi judul “Hari Kelam Seorang Bawwab” laris manis bak tokmiyah yang baru diangkat dari penggorengan.
Aku sangat berterima kasih padamu yang setia menemaniku tempo hari. Darimu aku dapatkan kesejukan yang tak mungkin aku dapatkan dari orang negaraku. Karena aku yakin jika orang Asia lebih berbudi luhur daripada orang Arab. Kau yang rela merubah pola masakan, aku tahu, kau sebenarnya tak begitu suka dengan cuka, tapi setelah ada aku, kau selalu menambahi cuka pada spagetiku. Kau juga rela selama dua tahun mempelajari bahasa Arab yang kata orang adalah bahasa surga. Dan kau pun mendapatkan nilai cumlaude. Aku salut padamu.

*****
Hari-hariku masih diselimuti rasa kangen yang mendalam. Seperti ada bagian yang hilang dari diriku. Aku masih mengira kau akan pulang pada tengah malam purnama nanti.
Aku pernah cemburu pada gadis yang pernah kau sapa di depan genena mall. Dia kelihatan sangat feminim. Dan kau pun ngobrol dengan asik setelah memperkenalkanku padanya. Tapi, apa aku punya hak untuk cemburu. Tampaknya hak itu jauh dari genggamanku. Walaupun jauh, aku akan mencoba untuk meraihnya. Toh selama ini hanya aku yang dekat denganmu. Dan aku yang selalu meladenimu bukan gadis itu.
Kau sudah tidak ada jarak lagi denganku. Apa yang ada pada diriku kau sudah tahu semuanya. Karena memang aku orangnya apa adanya. Tidak ada yang ditambahi ataupun dikurangi. Semua itu aku lakukan, agar kau benar-benar mengerti aku.

Apa yang kutakutkan benar-benar terjadi. Kau sepertinya tidak tahu jika aku sayang kamu. Terus terang sayang, aku bukan tipe gadis yang sanggup mengucapkan kata cinta terlebih dahulu, karena dalam adatku seorang pria lah yang mempunyai hak dan kewajiban untuk mengucapkan kata cinta itu. Sampai saat inipun aku belum pernah mengucapkan kata cinta. Aku hanya menunggumu. Tapi tampaknya kau tak paham.

Sekarang sudah terlewati sebelas purnama, dan kau belum pernah pulang. Hanya bayangmu yang selalu hadir di alam bawah sadarku. Hanya di mimpilah aku bisa memimpikan pertemuan kita. Satu hal yang selalu terpatri indah di setiap nafasku dan selalu mengalir deras di setiap lini nadiku bahwa kau akan pulang.

*****
Sudah cukup lama aku meninggalkanmu. Kadang aku terpikir betapa tenangnya berada disampingmu. Apa-apa kau yang meladeni. Aku hanya duduk manis bak seorang raja yang berkuasa dengan seorang permaisuri yaitu kau. Aku jadi sangat mengerti seluk beluk tentang dirimu yang mewakili seluruh gadis Asia. Tak ada hal sekecil apapun yang tidak kau perhatikan. Aku sangat mengerti itu.

Inginku, aku pergi hanya sebentar. Hanya untuk menulis semua pengalamanku denganmu karena aku sudah merasa cukup dengan materi untuk tulisanku. Sebenarnya aku hanya penulis yang menginginkan hasil seperfect mungkin dengan cara menyelaminya langsung, tanpa membawa perasaan, apalagi cinta, walaupun harus rela bergelut dengan airmata duka. Aku tak bermaksud menyakitimu atau membuatmu terluka. Aku mengaku salah, tidak mau berterus terang tentang tujuanku bersamamu. Sekarang, tulisanku sudah selesai dan sudah kuedit. Sebentar lagi akan naik ke percetakaan. Aku sudah menandatangani kontrak dengan penerbitan.

Bel rumahku berbunyi, aku yakin itu Mahya, gadis yang pernah kuperkenalkan padamu di depan Genena mall. Dia adalah tunanganku sekaligus putri tunggal penerbit yang telah menerbitkan semua bukuku dan akan menerbitkan bukuku yang terbaru, yang kuberi judul “Indahnya Dunia bersama Gadis”. Disitulah secara detail kutulis semua yang terjadi diantara kita, bersama semboyanmu yaitu tanpa ada pengurangan ataupun penambahan. Mengalir apa adanya. ***

Bawwabah Taniyah, Nasr City, Cairo.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar