Kamis, 02 Februari 2012

Yang Liu van Keukenhof Cerpen: Veven Sp Wardhana


Media Indonesia
Minggu, 17 Februari 2002

Yang Liu van Keukenhof
Cerpen: Veven Sp Wardhana

ES di kanal mendadak retak. Sebelum akhirnya es itu meleleh cair, bunyinya gemeretak. Waterhoen1 yang di kolong-kolong jembatan menghindari angin dingin atau satu dua yang bersijingkat mengais-ngais remah-remah di atas air sungai yang membeku itu terkagetkan; serta-merta unggas itu bertemperasan terbang seraya berteriak-teriak serak. Para pejalan kaki yang bergegas di sepanjang pinggiran kanal, juga beberapa pengunjung kafe yang memilih duduk di ruang dalam, mendengar pula suara gemeretak yang mirip-mirip suara kayu yang terbakar api.Hari masih pagi.Mereka, para pengunjung kafe, para pejalan kaki -- juga waterhoen -- tak pernah menyangka bahwa es kanal itu bakal menjadi cair, mengingat musim lente2 belum saatnya tiba. Sekarang, masih Januari. Maart roert zijn staart3 -- bulan yang tak teramalkan cuacanya -- masihlah jauh. Suhu tetap tercatat pada angka empat derajat Celsius minus.Yang meleleh bukan hanya es kanal di Boommarkt. Kanal-kanal sepanjang Aalmarkt, Kaasmarkt, Westhavenstraat, juga Kort Galgewater, Zijlsingel, Wittesingel, Zoeterwoudse Singel, lalu Rapenburg, di bawah jembatan Schuttersveld Molenwerf, bahkan seluruh kanal di Leiden, semuanya mencair; dan waterhoen serabutan mengagetkan para pejalan kaki dan pengunjung kafe yang menghangatkan badan mereka dengan sesloki dua sloki minuman beralkohol.Udara tetap saja menggigilkan sebagaimana musim dingin. Langit juga tak menyemburkan lembayung jingga sebagai penanda musim semi telah datang.Awalnya, para warga hanya mengernyitkan dahi atas kejadian salah musim itu. Tapi, karena esok paginya dan esok lusanya -- pada jam yang senantiasa sama -- kejadian itu kembali terulang, masyarakat menjadi geger."Jangan-jangan armagedon," ucap seseorang dalam hati, yang ternyata juga diikuti oleh seseorang demi seseorang lainnya; ada yang dalam hati, ada yang dijadikan bahan diskusi."Ada lapisan ozon yang tersudet, mungkin," ucap yang lain mencoba menerka.Pada hari keempat, malam hari, seluruh kafe dan resto di segenap Leiden disesaki warga -- bukan untuk semata bersantap, tapi lebih untuk membahas peristiwa salah mangsa itu. Dari laporan beberapa warga, mereka menyimpulkan: es yang pertama kali membelah terpusat di kanal Uiterste Gracht. Beberapa menit, puluhan menit kemudian retakan itu merambat ke kanal-kanal lain hingga beberapa jam setelahnya. Dari pertemuan malam itu, para warga bersepakat menunjuk beberapa wakilnya untuk mengamati proses meretaknya es kanal di Uiterste Gracht itu.Pada hari kelima, esok pagi, mereka memang menyaksikan titik awal merekahnya es kanal itu. Tapi mereka tak pernah bisa memastikan penyebab mencairnya air kanal yang membeku itu. Mereka hanya bisa melaporkan: titik pusat mencairnya air kanal itu persis berada di depan sebuah hotel kecil di pojok Jalan Uiterste Gracht. Kata mereka, di antara jendela-jendela kamar hotel bertingkat empat itu, hanya ada satu jendela, di tingkat dua, yang kacanya tidak diselaputi embun."Penghuni kamar di situ sedang bercinta," simpul mereka."Gelora asmara mereka menguarkan hawa panas yang bisa melelehkan es di kanal," simpul yang lain.Sebatas itu. Mereka tak hendak menyelidiki isi penghuni kamar di lantai dua yang jendelanya menghadap kanal yang membelah jalan itu. Mereka hanya menangkap ada pendaran cahaya lembut dari dalam bilik kamar yang menerobos keluar kaca jendela.Memang, dalam bilik kamar di lantai dua yang jendelanya menghadap kanal yang membelah jalan itu ada sepasang kekasih yang baru berjumpa lagi seminggu lampau seusai sangat lama berpisah. Geletar asmara yang sama-sama mereka gelorakan di atas ranjang yang sudah lama tersimpan dan terpendam itu menghasilkan hawa didih yang menghangatkan udara sekeliling.Sebentar lagi, usai berendam bersama di bathtub di bawah shower, usai sarapan, mereka akan sama-sama berangkulan menyusuri jalanan ke arah Haarlemerstraat, menuju sebuah toko berlian. Yang perempuan membeli sepasang cincin untuk pertunangannya dua pekan mendatang, yang lelaki membelikan sebuah cincin untuk istrinya yang tinggal jauh di seberang lautan.Aku sangat paham perihal mereka berdua, karena salah satu di antara mereka adalah diriku.***PEREMPUAN tercantik di dunia adalah yang dalam tubuhnya teraliri darah Tionghoa. Lelaki itu sangat yakin atas rumusannya sendiri."Perempuan yang dalam dirinya dialiri darah Cina, ibarat pohon yang liu," katanya suatu kali pada beberapa sahabatnya dalam beberapa kesempatan yang berlain-lainan. Juga terutama dalam hatinya."Tumbuhan yang liu itu tinggi ramping, seolah rapuh dan tampak gampang tumbang jika angin badai menerjang," sambungnya."Begitu badai reda, banyak pohon dan tumbuhan memang bertumbangan; hanya yang liu yang bisa kembali tegak menjulang setelah angin semilir bertiup bersamaan."Perjalanan hidup lelaki itulah yang menggariskan perumusan pembandingan yang liu dengan perempuan Tionghoa. Sepanjang riwayatnya, perempuan yang hendak bertunangan dan meresmikan perkawinannya pada Juli mendatang itu -- dalam hidup lelaki itu -- bukanlah perempuan pertama yang dalam tubuhnya teraliri darah Cina. Ada beberapa perempuan sebelumnya yang menjadi kekasihnya, semuanya tercampuri darah dan getah yang liu. Ada yang blasteran Malang-Cina Medan, ada Manado-Tionghoa, ada pula Sunda-Bali-Hong Kong.Kekasih lamanya yang bersamanya membeli cincin pertunangan -- serta cincin oleh-oleh untuk istri di seberang lautan -- juga campur aduk darah yang memendarkan segenap pesona: Spanyol-Belanda-Yahudi-Cina. Tak terinci takaran masing-masingnya.Istri yang memberinya lima anak yang semuanya cantik -- yang kini jauh di seberang samudra -- di matanya dan mata banyak orang adalah juga perempuan yang penuh pesona, sekalipun tiada sama sekali terbasahi darah Sungai Huang Ho. Mungkin karena tiadanya campuran Cina dalam ibu anak-anaknya itulah lelaki itu tetap saja senantiasa menggelepar setiap kali ketemu dan berkenalan dengan perempuan yang berselaput tumbuhan yang liu.Kekasih lamanya yang hendak bertunangan dan kawin itu sangat tahu perilaku lelaki itu. Itu pula sebabnya, kekasih lamanya yang kemudian memperkenalkan seorang perempuan berdarah Cina-Italia-Belgia-Polandia-Maluku itu sangat menyadari perilaku lelaki itu sebagai keniscayaan yang bakal mengikuti."Kau telah menemukan seorang pengganti, meine liebe?" goda kekasih lama itu kepada lelaki itu."Sialan!" umpat lelaki itu dalam hati karena isi hatinya terbaca.Sekalipun banyak darah Eropa ditambah Maluku, perempuan yang baru dikenalnya itu lebih terasa tajam pahatan wajah Tionghoanya.Dialah yang liu yang sesungguhnya, tulis lelaki itu dalam batin."Aku panggil saja kamu Yang Liu, ya," kata lelaki itu."Karena kamulah yang liu yang sejati," sambung lelaki itu tak memberi kesempatan pada perempuan itu untuk membiarkan dirinya disungkup rasa heran."Di antara pesona beragam bunga di taman bunga di Keukenhof, ada sepokok yang liu dalam batin dan hatiku. Kamu!"Lelaki itu tak hendak berhenti mengumbar barisan serdadu kata-kata penuh rayu. Enam bulan kemudian, bersamaan hari perkawinan kekasihnya, lelaki itu sekali lagi mengarungi samudra, menaklukkan gunung dan gelombang, menyibakkan awan dan angin taufan, meninggalkan istri dan anak-anaknya tetap di seberang lautan. Menghadiri upacara pernikahan kekasih lamanya di 'Het Koetshuis' di Balai Kota Leiden hanyalah alasan. Penyebab terutama adalah menemui Yang Liu, kekasih terbaru. Kisah eksodus keluarga Yang Liu ke Eropa akibat peristiwa berdarah tahun 1965/1966 tak begitu penting bagi lelaki itu; apalagi sepengetahuannya, yang tak lagi bisa kembali ke Tanah Air karena peristiwa berdarah itu lebih banyak terdampar di Eropa Timur, dan mereka tidak berdarah Tionghoa.Dalam perhelatan perkawinan, tampak datang Carmen Abels, Doris Jedamski, Els Bogaerts, Jennifer Lindsay, Katinka van Heeren, Klarijn Loven, Krishna Sen, dan Patricia Spyer. Semuanya bukan saja menguarkan aroma wangi, melainkan juga kecantikan sejati. Namun, bagi lelaki itu, mereka adalah bunga tulip, daffodil, atau hyacinth, yang hanya tumbuh dan mekar dalam dua bulan, persis macam bunga-bunga di Keukenhof4. Yang Liu, justru ketika diterjang cuaca yang susah diduga, atau saat de R in de maand,5 tetap saja tegak menjulang semampai.Perhelatan perkawinan belum usai, Yang Liu tak ditemukan di ruangan. Dia telah digelandang lelaki itu menuju sebuah kamar sebuah hotel di pojok Jalan Uiterste Gracht. Tak ada yang tahu itu, kecuali aku -- karena salah satu di antara mereka adalah diriku.***AIR kanal mendadak membeku. Matahari memang tak tampak. Tapi langit masih membuncahkan sisa-sisa cahayanya di langit Leiden. Waterhoen mendadak berteriak dan beterbangan menghindarkan kaki-kakinya dari jepitan air kanal yang mendadak menjadi es. Para pejalan kaki di kanan-kiri kanal dan para pengunjung kafe yang lebih memilih duduk-duduk di teras terbuka baru menyadari kalau air kanal tak lagi berkecipak ketika waterhoen terbang bertemperasan.Sepanjang kanal di Leiden membeku.Cuaca menunjuk angka 20 derajat Celsius."Jangan-jangan holocaust," bisik seseorang."Musim herfst6 baru dua bulan kemudian. Winter masih setengah tahun lagi," ucap yang lain mempertegas.Warga memang geger. Tapi mereka tak pernah tahu letak lokasi kanal yang pertama kali airnya membeku. Peristiwa itu hanya sekali terjadi, sehingga tak ada yang bisa melacak sumber hawa dingin yang menguar menembus jendela kaca sebuah hotel lalu membekukan air yang tadinya beriak mengalir.Tak ada yang sempat melihat sebuah kaca jendela sebuah hotel yang berembun, sementara seluruh kaca jendela hotel di seluruh Leiden tiada yang diselimuti embun.Dalam bilik di balik jendela kaca berembun itu ada seorang lelaki dan seorang perempuan yang sama-sama termangu menganalisis kejadian yang baru mereka jalani. Lelaki dan perempuan itu buru-buru meninggalkan perhelatan perkawinan untuk sama-sama menyongsong gelora asmara yang baru mereka temukan.Dalam udara zomer,7 lelaki dan perempuan itu tak membutuhkan pemanas ruangan. Dalam bara asmara, lelaki dan perempuan itu tak membutuhkan pakaian dan selimut di atas ranjang. Selama ratusan menit mereka menguras keringat, untuk kemudian sama-sama terkapar sehabis sama-sama menggeliat. Sebelumnya, perempuan itu mendorong tubuh lelaki yang menggumuli dan diagumuli."Maaf," desis perempuan yang rebah di samping lelaki itu.Lelaki itu mendadak merasa menggigil. Dia membisikkan sesuatu tapi dia sendiri tak bisa mendengarnya.Perempuan itu menerawang langit-langit ruangan. Dia mendadak juga merasa menggigil.Keringat yang melelehi tubuh mereka telah membeku menjadi es batu. Gigil mereka menerobos kaca jendela sebuah kamar tingkat dua sebuah hotel yang kemudian merambatkan udara beku pada kanal di Uiterste Gracht.Tak jelas, apakah ada rasa kecewa dalam benak lelaki itu.Tak jelas, apakah begitu perlu disesali keberadaan dan identitas Yang Liu sebagai perempuan lesbian.Yang jelas, salah satu di antara mereka adalah diriku. ***Oudt Leyden, 1 April 2001;Kebon Jeruk, 1 November 2001Catatan Kaki:1 Waterhoen: Gallinula Chloropus.2 lente (bahasa Belanda): musim semi.3 Maart roert zijn staart (ungkapan Belanda): Maret mengocok dengan ekornya.4 Taman Keukenhof di Lisse biasanya dibuka pada 22 Maret sampai 24 Mei, dari pukul 8.00 sampai 19.30.5 de R in de maand (ungkapan Belanda): huruf R pada nama bulan (dari September sampai April). R merupakan singkatan untuk regen (Belanda: hujan) atau dalam bahasa Inggris: rain.6 herfst (Belanda): musim gugur.7 zomer (Belanda): musim panas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar