Media
Indonesia
Minggu,
20 Januari 2002
DURIAN
Cerpen: Djenar Maesa Ayu
SUDAH hampir genap sebulan Hyza tidak
berselera makan. Berat badannya menurun drastis, keceriaannya hilang, jantung
berdebar-debar tanpa sebab pasti, dan kerap terserang rasa panik secara
tiba-tiba. Hyza sudah menemui seorang psikiater yang ternyata hanya mampu
memberikannya obat penenang dan penambah nafsu makan sebagai solusi tunggal.
Hyza memang tidak pernah secara terbuka menceritakan kepada psikiater penyebab
kegundahannya. Ia malu dan sangat takut jika psikiaternya menyatakan bahwa dia
gila dan harus mendapat perawatan di dalam rumah sakit jiwa. Ia tidak mampu
mengatakan bahwa penyebab semua ini adalah sebuah durian.Satu bulan yang lalu
Hyza bermimpi. Seorang laki-laki datang padanya membawa sebuah durian berwarna
keemasan. Tidak ada yang istimewa pada durian itu kecuali warnanya yang
keemasan dan aromanya yang sangat menggiurkan. Ia memohon dengan suara parau
kepada laki-laki itu untuk membaginya sedikit saja. Namun, laki-laki itu
berkata, "Hyza, durian ini milikmu ketika kau terbangun dari
mimpimu." Hyza menolak. Ia hanya ingin mencicipi durian itu sedikit saja
dalam mimpi. Laki-laki itu bersikeras akan memberikan durian keemasan itu hanya
jika Hyza bangun dari tidurnya, lalu ia bergegas pergi.Sepanjang hidupnya Hyza
tidak pernah sudi makan buah durian. Sewaktu ia masih sangat kecil, ia pernah
bermimpi makan durian dengan sangat lahap. Ketika durian itu habis, perutnya
lantas membesar. Tidak lama kemudian ia melahirkan seorang bayi perempuan
berpenyakit kusta. Ia tidak pernah menceritakan kepada siapa pun perihal
mimpinya. Tapi ia bersumpah untuk tidak pernah makan durian dan menjaga
keturunannya dari kutukan penyakit kusta.Hyza bercinta dengan banyak laki-laki.
Ia tidak pernah malu-malu menyatakan keinginan seksualnya kepada siapa pun yang
diinginkannya. Sewaktu Hyza berumur dua belas tahun ia mengajak teman
sekelasnya yang bernama Stefan untuk menginap di rumahnya. Hyza hanya tinggal
bersama dengan tiga orang pembantu. Sebuah kecelakaan telah merenggut nyawa
kedua orang tuanya semenjak ia berumur tujuh tahun. Sebagai anak tunggal ia
mewarisi hampir seluruh kekayaan keluarga dan sebagian kecil lainnya dihibahkan
kepada kakak laki-laki tertua ayahnya yang juga ditunjuk sebagai wali. Wali
yang ternyata meniduri Hyza semenjak Hyza berumur sembilan tahun.Ketika Stefan
tertidur, Hyza mulai memperkosa Stefan. Ia mengunyah bibir Stefan, melucuti
baju, dan memuaskan kehendaknya di atas tubuh Stefan yang tetap pura-pura
tertidur. Keesokan harinya Hyza berkata, "Stefan, saya tahu kamu tidak
tidur."Stefan tidak menjawab. Ia hanya bertanya tanpa melihat ke mata
Hyza,"Bagaimana kalau kamu hamil?"Hyza tertawa,"Stefan saya
tidak akan hamil. Saya tidak makan durian...."***Tapi, sudah hampir genap
sebulan ini Hyza ingin sekali memakan durian. Durian keemasan dengan aroma yang
sangat menggiurkan. Setelah laki-laki dalam mimpinya pergi, ia terbangun dari
tidurnya dan durian itu ada bersamanya, bersinar terang di dalam kegelapan
kamar. Anaknya yang berumur lima
tahun ikut terbangun dan sambil mengantuk berkata,"Mama, matikan
lampunya...Ma....""Itu bukan lampu, sayang...itu...sudahlah tidur
lagi ya sayang, Mama matikan lampunya."Gadis kecil itu mengangguk lalu
kembali tertidur pulas di samping kedua saudara kembar perempuannya yang lain.
Hyza bergegas keluar kamar sambil membawa durian keemasan itu lalu menyimpannya
di dalam gudang.Ketika Hyza kembali ke dalam kamar, wangi durian keemasan itu
masih tinggal. Ia tidak dapat memejamkan mata. Wangi durian itu merasuki
jiwanya. Memanjakan penciumannya. Membawa khayalnya melayang tinggi menembus
langit-langit, beterbangan bersama kelap-kelip gemintang.Ia ingin mengiris
durian keemasan itu dengan sebilah pisau berkilat tajam. Ia ingin membelah
durian itu dengan kedua belah tangannya perlahan hingga durian itu merenggang
terbelah jadi dua bagian. Ia ingin menjilati tangannya yang sedikit berdarah
tergores duri dan terkena daging buah durian, yang sedikit meyeruak ketika ia
membukanya, lalu mengambil sebuah di dalam tangannya dan memasukkan perlahan di
dalam mulutnya yang basah dan mengisapnya penuh dengan lidah hingga yang
tertinggal hanya bijinya yang kini sudah sangat bersih.Hyza mengerang pelan,
lalu orgasme.***Pagi-pagi sekali Hyza bangun. Ia berjalan menuju gudang lalu
mengeluarkan durian keemasan itu lalu membuangnya ke dalam bak sampah di depan
rumah. Kemudian ia membangunkan ketiga anak kembarnya untuk bersiap-siap
sekolah.Ketika sedang sibuk memandikan ketiga anaknya satu per satu, hidungnya
mencium bau yang sangat ia kenal. Tidak salah lagi, bau durian keemasan telah
mengepung seisi rumah besar itu. Ia berteriak kepada pembantunya yang sudah
sangat setia bekerja bersamanya semenjak ia masih kecil."Bi Inah...bau
durian dari mana ini?""Anu...Non...tadi waktu saya nyapu halaman ada
buah durian di dalam tong sampah. Baunya wangiii deh Non...bersinar lagi, pasti
ini bukan durian sembarang durian Non...ini pasti pertanda baik, durian
keberuntungan! Jadi saya bawa masuk ke dalam. Mungkin malaikat yang sengaja
taruh di depan tong sampah rumah kita...Non....""Aduh Bi Inah...itu
durian ndemit! Dibuang aja Bi....""Lo, kok dibuang Non...Bi Inah
nggak mau. Mohon maaf Non...kalau si Non nggak mau, Bi Inah yang mau simpan.
Berarti ini durian keberuntungan buat Bi Inah.""Bi Inahhh...!"Ketiga
anak Hyza tiba-tiba menangis mendengar ibunya dan Bi Inah bertengkar. Hyza
kembali sibuk mengurus mereka bertiga. Menggantikan baju, menyiapkan sarapan
lalu bergegas mengantar ke sekolah. Di dalam mobil sebelum Hyza berangkat ia
masih sempat berteriak mengingatkan Bi Inah,"Bi Inah, kalau saya pulang
saya nggak mau durian itu masih ada di rumah. Ini perintah!"Bi Inah diam
saja. Ia menutup pintu pagar dengan wajah sedih.***Sesampainya Hyza di rumah ia
melihat durian keemasan itu di ruang tamu bersama dengan koper Bi Inah.
Anak-anaknya berlarian mengerubuti durian itu."Mama...ini buah apa...kok
bisa bersinar....""Siti...! Bawa anak-anak masuk ke dalam. Panggil Bi
Inah sekarang!"Bi Inah muncul sebelum dipanggil lalu duduk bersila di
lantai. Dengan keras hati ia pamit pulang dengan membawa durian keemasan itu
jika tidak diberi izin menyimpan. Hyza menghela napas dalam. Ia tidak dapat
membayangkan hidup tanpa Bi Inah. Menjadi orang tua tunggal sama sekali bukan
hal yang mudah. Apalagi menjadi orang tua tunggal dari tiga anak kembar.Hyza
tidak tahu persis siapa yang paling pantas untuk dimintai pertanggungjawaban.
Ketika ia mengandung, pikirannya lebih dibuat sibuk oleh pertanyaan seputar
durian dibanding ayah dari janinnya. Ia tidak mengerti mengapa bisa mengandung
padahal ia tidak pernah sekalipun makan durian. Selama sembilan bulan ia
menunggu dengan penuh kekhawatiran akan penyakit kusta yang mungkin menjangkiti
janinnya. Ketika proses persalinan, ia duduk sambil memandangi bayinya keluar
satu per satu untuk memastikan apakah bayinya normal. Dan, ketika bayi-bayinya
dinyatakan sehat, ia menerjemahkan mimpinya dengan jika ia makan durian, maka
anak-anaknya yang kini lahir sehat walafiat kelak akan terjangkit penyakit
kusta.Hyza sangat mencintai anak-anaknya. Untuk pertama kali dalam sembilan
belas tahun hidupnya ia merasa kehadirannya di dalam dunia mempunyai makna.
Kini ia dapat merasakan bagaimana rasanya dibutuhkan dan membutuhkan. Ia
meninggalkan pergaulannya, juga laki-laki. Ia ingin anak-anaknya mempunyai
kehidupan yang jauh lebih baik dari apa yang pernah ia dapatkan. Ia menghidupi
anak-anaknya dari bunga deposito warisan keluarga dan sepenuhnya mengerahkan
waktu dan tenaga untuk anak-anaknya.Namun, ia sadar benar, keberhasilannya
menjadi orang tua tunggal di usia yang sangat muda ini tidak lepas dari jasa Bi
Inah. Bi Inah tidak pernah dikaruniai anak maka ia ditinggal oleh suaminya. Ia
mencintai Hyza sebagai anaknya sendiri dan mencintai anak Hyza layaknya
cucu-cucunya sendiri. Tidak pernah sekalipun Bi Inah pulang kampung, bahkan
pada saat Lebaran. Bi Inah tidak ingin pulang, ia malu kepada keluarga dan
tetangganya di kampung karena ditinggal suaminya dengan alasan tidak dapat
memberikan anak. Maka melihat keteguhan Bi Inah untuk pergi kali ini membuat
hati Hyza gentar juga. Ia tidak siap kehilangan Bi Inah. Ia sangat membutuhkan
Bi Inah. Akhirnya Hyza mengalah."Bi Inah. Bibi boleh menyimpan durian itu,
Tapi jauhkan dari anak-anak. Taruh di dalam karung supaya baunya tidak ke
mana-mana dan warnanya tidak memancing perhatian anak-anak. Taruh di kamar Bi
Inah.""Terima kasih Non...sebenarnya Bi Inah enggak mau
pulang...."Bi Inah mulai menangis."Sudah...Bi Inah...saya nggak mau
ikut-ikutan nangis. Sudah bawa duriannya ke dalam."Bi Inah membawa
barang-barangnya kembali ke dalam sambil masih menangis. Hyza menghela napas
dalam.***Sudah hampir genap sebulan durian itu tersimpan di dalam kamar Bi
Inah. Seisi rumah sudah melupakannya, bahkan Bi Inah sendiri. Namun, Hyza tidak
pernah melupakannya. Ia tidak pernah merasa tenang. Ia sangat ketakutan jika
suatu saat anak-anaknya bermain di kamar Bi Inah lalu menemukan durian itu dan
memakannya. Selain itu Hyza sangat menginginkan durian itu. Walaupun Bi Inah
menyajikan masakan-masakan kesukaan Hyza, ia tidak merasa bernafsu memakannya.
Pikirannya hanya terpaku pada durian. Durian keemasan dengan aroma yang sangat
menggiurkan.Selain penenang dari psikiater, Hyza mulai minum minuman keras. Ia
kembali pada pergaulannya yang dulu. Banyak laki-laki mulai mendekati, namun
yang Hyza inginkan hanyalah durian dalam kamar Bi Inah. Ia menginginkan durian
keemasan yang dibawa oleh seorang laki-laki di dalam mimpinya dan ia temukan
dalam kehidupannya yang nyata. Ia mulai membenci durian itu. Ia mulai membenci
dirinya sendiri.Pada suatu hari dalam keadaan mabuk ia mengambil durian dari
dalam kamar Bi Inah dan menukarnya dengan durian palsu yang sudah ia lapisi
emas. Kali ini ia membungkusnya dengan berlapis-lapis koran, memasukkannya ke
dalam kantong plastik sampah hitam bersama dengan kotoran-kotoran lain, lalu
membuangnya ke dalam tong sampah. Namun, pagi-pagi sekali Hyza sudah bangun
lalu mengais-ngais tong sampahnya sendiri dan membawa masuk durian keemasan itu
dengan hati lega dan gembira.Tapi, ketika hari-harinya lagi-lagi dirisaukan
dengan keinginannya untuk mencicipi durian itu, ia mulai membenci durian dan
dirinya sendiri kembali. Maka ia membulatkan tekadnya, lalu kembali mencuri
durian dari dalam kamar Bi Inah dan kali ini membuangnya ke kali. Namun, baru
beberapa menit setelah ia membuang durian itu, ia mengemudikan mobilnya kembali
ke kali. Durian itu sudah tidak ada. Hyza merasa persendian kaki-kakinya
lumpuh, hatinya gundah, air matanya bercucuran membasahi pipinya. Ia berlari
menyusuri sepanjang kali di kegelapan malam. Segerombolan laki-laki yang sedang
mabuk di tepi kali menghadangnya dan memerkosanya bergantian habis-habisan.
Hyza tidak peduli, ia melayani nafsu segerombolan laki-laki itu dan ketika
mereka semua selesai kelelahan Hyza kembali berlari menyusuri kali itu.Dari
kejauhan ia melihat sinar redup dari sebuah karung yang tersangkut ranting
menjurai. Tanpa berpikir panjang Hyza terjun ke dalam kali penuh tahi
berseliweran dan berenang ke arah karung berisi durian keemasan itu. Ketika ia
berhasil menggapai karung berisi durian keemasan, seorang laki-laki membantunya
naik ke atas. Lalu laki-laki itu berkata,"Aku yang melihat karung itu
lebih dulu. Aku yang memilikinya. Wilayah kali ini adalah milikku. Jika kamu
menginginkan karung itu, kau harus menyetubuhiku."Hyza mengabulkan
permintaan laki-laki itu. Sama seperti dirinya yang mengalah untuk memiliki
durian itu, namun tetap berjanji untuk manahan keinginannya untuk tetap tidak
mencicipinya.***Sudah hampir genap sebulan Hyza tidak berselera makan. Ia hanya
menginginkan durian berwarna keemasan dan beraroma sangat menggiurkan. Lalu ia
kembali bermimpi. Laki-laki itu datang padanya dan bertanya,"Sudahkah kamu
mencicipi durian itu?""Itu bukan durian. Itu durian berbuah kuldi.
Dan, saya tetap tidak mau memakannya""Lalu mengapa kamu
menginginkannya?""Karena saya manusia biasa yang dikaruniai rasa
untuk menginginkan, namun saya juga dikaruniai akal untuk memutuskan apa yang
tidak dan harus saya lakukan.""Lalu mengapa kamu tetap
menyimpannya?"Hyza tertegun sejenak tanpa dapat menjawab pertanyaan
laki-laki itu. Ketika Hyza terbangun ia bergegas kembali ke kamar Bi Inah dan
menemukan karung berisi durian keemasan itu sudah tidak ada. Dalam keadaan
masih bingung ia berlari kembali ke kamarnya dan membangunkan anak-anaknya untuk
bersiap-siap sekolah. Ia sangat terkejut ketika melihat ketiga anaknya sudah
terjangkit penyakit kusta. Hyza terpaku di tempatnya. Hanya kata-kata terakhir
laki-laki dalam mimpinya saja yang masih terngiang-ngiang di dalam
telinganya,"Dalam mengaku pun Hyza, seseorang mungkin masih
munafik!"*****Exordium-Novel Rafilus-Budi Darma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar